KULINER & GANSA

Dalam sebuah perjalanan yang paling penting itu menikmati, bukan sekedar melalui. Dan tidak harus selalu menemukan sebab bisa jadi malah kehilangan, seperti perjalanan hari ini. Datang pada saat rush hour, mengejar waktu yang selalu mengalahkan kita. Hanya untuk menyerap energy positif di acara Halal Bihalal Pengusaha UMKM se-DKI, mana tahu kecipratan sukses mereka. Tapi apa yang terjadi, sampai lokasi ternyata acara di lantai 4. Dan tak ada lift disana, untuk saya itu menjadi sebuah kendala tersendiri. Tapi bukan masalah besar, berdamai dengan keadaan dan nikmati wisata aneh bersama rasa kantuk yang melemahkan daya pikir.

Pergi sama Ustadzah Halimah Tusa’diah itu, sudah harus terbiasa bersahabat dengan kejutan yang tak menyenangkan lalu belajar menikmatinya. Jadi biarkan beliau yang belajar, saya kebagian nunggu di lobby sambil memperhatikan aktifitas orang. Jadi saya tidak punya point-point penting yang bisa saya sampaikan disini berkaitan dengan materi pada acara tersebut.

Saya asik memperhatikan seorang Nenek yang sudah ompong giginya tapi langkahnya masih lincah. Beliau menggendong cucunya sambil sibuk mengurus akte kelahiran cucunya yang lain. Bocah yang di gendongnya berusia dua tahun, cantik seperti bidadari, Masya Allah! Mereka sibuk saling berkejaran layaknya dua bocah yang sedang bermain. Rupanya sang Nenek kewalahan menanggulangi cucunya yang berusia dua tahun. Dia berlarian kesana-kemari, mental sana dan mental sini. Lengah sedikit itu bocah sudah sampai di anak tangga ke tujuh. Sementara Nenek sibuk bicara dengan petugas bocah itu sudah bergentayangan dengan gembiranya.

Terkadang Nenek tersadar cucunya lepas dari pengawasan, lalu berbalik dengan wajah panic mencari keberadaan anak itu. Semula saya hanya memperhatikan saja, tapi lama-lama kasian juga melihat Nenek itu kehabisan tenaga mengikuti gerakan cucunya. Jadi selagi Nenek kembali sibuk bicara dengan petugas, saya tangkap itu bocah ketika mencoba naik ke tangga lagi. Sepertinya dia melihat tangga seperti melihat Bundanya, bawaannya kesana trus.

Sambil menggerutu si Nenek berkata “Nakal neh perempuan juga!” Ujarnya dengan wajah sengit, lalu bercerita “Saya ngurusin cucu pada ga tau dimana Bapaknya pada!” Ya bisa di makluminya kejengkelannya, bukan waktunya lagi Nenek tua berkejaran dengan cucunya yang seperti gasing berputar. Bisa hilang dalam sekejab mata.

“Memang kemana Bapaknya, Nek?” Tanya saya, kepo maksimal. “Yang di rumah sibuk kerja jadi pulang seminggu sekali. Kalau yang ini udah meninggal, jadi dia anak yatim!” Owh! Saya hanya menggut-manggut, sambil memperhatikan bocah itu yang berusaha melepaskan diri dari gendongan Nenek. Seolah ikatan kain pada tubuhnya laksana penjara yang mengambil kebebasannya. Luar biasa Nenek itu, tenaganya masih bisa mengimbangi gerakan cucunya yang sakti. Yang bisa menghilang dalam sekali kedipan mata, tau-tau sudah berlari keluar pintu dan paham caranya melenyapkan diri sampai ada orang asing yang mengembalikannya kedalam lagi.

Drama kemudian berakhir, Nenek langsung menangkap cucunya lalu menggendongnya dan mereka menghilang dari pandangan mata saya dengan cepatnya. Seolah saya baru saja di traktir nonton film drama komedi di XX1.
Selesai satu agenda Ustadzah, Mbak Wuri dan saya meluncur ke JCC, disana ada Expo Halal Food. Bener ga yah namanya? Wkwk pokonya gitu deh, lupa sayah! Pokoknya festival kuliner halal kayak gitu dah, banyak jenis kuliner unik dan aneka travel. Disana ada team Gansa, atau Gandasari Coffe yang buka stand.

Produk kopi dengan tujuh belas turunannya itu bertengger disana dengan elegantnya. Bersama barisan crew dan Barista mereka Gandasari Cofee ramai dikunjungi pemirsanya. Seramai berita artis jadi mualaf, seru dan lucu bersama kaum yang lugu tapi banyak lagu. #Eeh 😀

Ustadzah itu Motivator On The Street, sudah menjadi makan siang beliau keliling mencari insprirasi. Jadi ketika Ustadzah duduk manis mendengarkan Mbak Marissa Haque menjadi pembicara di panggung, saya sama Mbak Wuri menjelajahi stand demi stand. Sebab ini festival kuliner pertama yang saya hadiri, melihat bagaimana aneka jasad ayam berubah wujud menjadi pecahan-pecahan diatas piring. Itu sangat menarik! Belum lagi jenis makanan lain yang mengguncang isi dompet dan sekaligus mengurasnya.

Tidak ada bosannya, Wuri itu punya ketajaman mata batin dalam melihat peluang bisnis. Jadi sering berhenti saat berjalan kalau melihat sebuah value disana. Tiba-tiba sudah duduk disebuah stand tertentu sambil mendengarkan pakarnya berbicara, betah sekali berlama-lama. Bosan juga menunggunya, jadi kadang saya tinggal pergi dan kembali setelah beberapa saat kemudian. Lalu masih terduduk dengan takzimnya tanpa rasa jenuh, itulah passion! Kalau kata Ustadzah Halimah.

Setelah cukup lama kami disana, selepas isya lima kepala ini memutuskan untuk pulang. Mbak Eni pulang bersama Mbak Wuri yang satu, sementara saya, Ustadzah dan Mbak Eni mampir ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang dominasi diambil alih oleh Mbak Eni, sebab dia memiliki kemampuan bicara yang cerdas dan tanpa jeda. Isi otaknya, adalah tumpahan buku yang dibacanya. Membeliakkan mata yang sudah lelah dan ingin terpejam.

Bicaranya seperti musik rock, sesekali terdengar cadas sesekali terdengar riuh. Ada orang-orang yang menemukan energynya dari kebiasaan yang menjadi kelebihan dalam dirinya. Termasuk Mba Desi ini, pecinta sejarah dan siap menjadikan dirinya sebagai museum yang mengumpulkan serpihan-serpihan kenangan #Eaaa 😛

Kami tutup malam ini dengan kepulangan masing-masing ke tujuan hidup selanjutnya. Tapi Ustadzah masih punya tugas Negara, menangani masalah luka seseorang yang butuh nasehatnya. So, hikmah sepanjang hari ini cukup banyak untuk diambil hanya tak cukup muat untuk ditulis. Sebab saya butuh istirahat dan menyediakan tenaga untuk aktivitas selanjutnya diesok hari. Bye